Jumat, 18 Januari 2013

Mojang Bandung Dominasi PEKERJA SEKS di Bali


DENPASAR– Kota Bandung tak hanya terkenal sebagai gudangnya industri kreatif, tapi juga menjadi daerah yang paling banyak mengirimkan pekerja seks komersil ke Bali.
Berdasarkan penelusuran di sejumlah tempat bagi laki-laki yang ingin melampiaskan nafsu syahwat terhadap lawan jenisnya kala melancong ke Pantai Kuta bisa mencarinya di sekitaran Legian dan Sanur.
Di dua daerah tersebut, memang sejak lama dikenal sebagai daerah lokalisasi bisnis esek-esek dengan komoditi perempuan produk lokal. Pada umumnya perempuan tersebut merupakan “impor” dari Pulau Jawa dan Bandung disebut-sebut mendominasi.
Sebut saja, Debi,25, gadis polos ini mengaku baru dua bulan bekerja di Bali sebagai PSK. Dirinya menuturkan awal kisahnya terjerumus dalam dunia “hitam” itu lantaran tergiur tawaran kerja dengan gaji tinggi.
“Awalnya, saya ditawari bekerja di sebuah cafe di Bali. Setelah sampai disini, ternyata malah kerja beginian. Saya sebenarnya ingin pergi, tapi tidak bisa berbuat banyak karena tidak punya ongkos untuk pulang,” ujar perempuan asal Cicaheum ini.
Menurutnya, semua PSK yang ada di Sanur terlilit hutang pada “bos” sebesar Rp12 juta mencakup transportasi, biaya tempat tinggal dan biaya hidup, pakaian hingga alat komunikasi. Meskipun tarif seks di Bali lebih tinggi dibanding di Bandung karena termurah dipatok Rp300.000. Tapi, uang dari hasil menjual diri itu hanya Rp50.000 yang masuk kantongnya dan sisanya menjadi milik majikan.
“Dalam semalam saya bisa dua sampai tiga kali melayani tamu. Karena perempuan yang ada disini ada 20 orang jadi lumayan bersaing,” ucap perempuan bertubuh semok ini.
Pada umumnya, tamu yang “diservisnya” merupakan warga dan turis lokal. Karena bagi turis asing mereka punya tempat khusus.
Hal yang samapun disampaikan oleh Sinta,23, gadis asal Cicadas, Kota Bandung. Menurutnya, banyak perempuan asal Bandung yang terjerumus menjadi PSK di pulau yang dikenal sebagai pusatnya para turis tersebut bahkan menjadi mayoritas.
“Kalau saya sudah tiga bulan bekerja di Bali. Saya kangen keluarga di rumah. Mereka tahunya saya bekerja di sini di sebuah hotel. Pengen pulang, tapi takut ancaman bos dan dijaga ketat,” ucapnya.
Selain tidak punya materi untuk bekal pulang, dirinya mengaku tidak tahu jalan untuk pulang. Oleh karenanya, berharap besar ada pertolongan yang mengajaknya pulang. Karena dalam hati sanubarinya, menjalani profesi seperti saat ini tak lebih dari sebuah “penyiksaan”. (jibi/k56)

0 komentar:

Posting Komentar